TURN BACK HOAX INFO

Kamis, 12 Oktober 2017

thumbnail

Veldpolitie: Brimob di Zaman Hindia Belanda



Di masa lalu juga tak jauh beda. Ketika Pemerintah Hindia Belanda menghadapi pemberontakan orang-orang pribumi yang enggan menuruti pemerintah kolonial, pemerintah kolonial mengerahkan pasukan yang sebagian besar isinya orang-orang Indonesia. Di masa-masa itu, orang-orang Ambon sering dikerahkan di barisan terdepan. 

Menurut RP Suyono, dalam Peperangan Kerajaan di Nusantara (2003), sebuah batalyon Infanteri KNIL biasanya terdiri empat kompi yang berbaris dalam empat barisan pula. Kompi pertama adalah gabungan kompi orang-orang Menado dan Eropa, kompi kedua adalah orang-orang Ambon, kompi ketiga dan keempat adalah orang-orang Jawa dan Sunda. 

Setiap kompi di barisannya memiliki tugas masing-masing. Kompi pertama yang berhadapan dengan musuh bahkan harus mampu masuk ke garis belakang pertahanan musuh, dan menghitung kekuatan lawan. Mereka juga diperbolehkan membuat lubang pertahanan bila mendesak. 

Kompi kedua yang merupakan pasukan penggempur yang bertugas melibas musuh. Tapi, kompi kedua bisa ditarik mundur sebelum semua musuh hancur. Setelah kompi kedua ditarik, kompi ketiga dan keempat bertugas menduduki daerah lawan, menciptakan perdamaian dengan orang-orang di daerah musuh pasca-perang.

Sebagai pelibas, serdadu-serdadu KNIL asal Ambon tentu dianggap pahlawan di mata pemerintah kolonial. Tak heran jika orang Ambon dimanja pemerintah kolonial. Orang Jawa di barisan belakang biasanya adalah orang-orang yang relatif kalem. Orang Jawa yang lebih keras biasanya diarahkan ke korps Marsose. 

Sudah menjadi kebijakan militer kolonial, ketika orang Aceh memberontak maka orang-orang Ambon dan Jawa ditugaskan menumpasnya. Sedangkan untuk menangkap Pangeran Diponegoro, militer Belanda mengerahkan orang-orang Manado. Rumusnya: sebuah suku melawan, maka suku lain yang dikerahkan untuk menghabisi. 

Lalu, di mana orang-orang Belanda? Jumlah mereka terlalu sedikit, jadi orang-orang pribumi yang mereka bayarlah yang bertugas. Itulah politik belah bambu atau pecah belah yang dikenal sebagai Devide et Impera. 

Proto-Brimob: Veldpolitie alias Polisi Lapangan

Dalam banyak pemberontakan di Hindia Belanda, pemerintah kolonial juga melibatkan polisi macam Brimob untuk menanganinya pada awal abad ke-20. Pernah ada satuan polisi yang bertugas mengatasi huru-hara dengan nama Gewapende Politie alias polisi khusus bersenjata, belakangan muncul satuan semacam ini juga dengan nama Veld Politie alias Polisi Lapangan.

Menurut Marieke Bloembergen dalam Polisi Zaman Hindia Belanda (2009), Veldpolitie muncul terkait tidak berdayanya polisi konvensional yang kadang disebut opas di mata masyarakat yang gampang melakukan amuk. Pemerintah kolonial yang berusaha membangun citra sebagai masyarakat beradab juga enggan memakai seragam militer KNIL yang jelas menakutkan bagi masyarakat.

Di tahun 1927, setelah pemberontakan PKI, pasukan ini terus dimekarkan lagi oleh Departemen Dalam Negeri yang membawahi kepolisian. Itu adalah masa di mana perang besar macam Perang Aceh berkurang, namun kerusuhan masih tetap terjadi.

Jika ada kerusuhan, Polisi Lapangan akan maju lebih dulu menghadapi para perusuh. Polisi Lapangan bersenjata senapan karaben juga dalam menghadapi kerusuhan. Jika polisi ini tak berdaya melawan pemberontak yang kekuatannya, barulah militer KNIL dikerahkan. 

Pada pemberontakan PKI 1926, Polisi Lapangan harus dibantu KNIL untuk menghabisi para pemberontak. Jumlah pemberontak jauh lebih besar daripada kerusuhan sebuah kampung yang menolak bayar pajak. 

Polisi Lapangan yang mirip Brimob mirip juga dengan polisi khusus Carabineri di Italia atau Gendarmarie di Perancis. Setelah menyerahnya Hindia Belanda kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Pemerintah militer Jepang juga mendirikan satuan polisi yang mirip dengan Polisi Lapangan. 

Namanya Tokubetsu Keisatsu Tai (Pasukan Polisi Istimewa) yang lahir pada April 1944. Tiap keresidenan di Jawa dan Madura terdapat satu kompi (sekitar 100 orang). Tiap kompi dipimpin seorang Itto Keibu (setara letnan atau inspektur polisi). Setelahnya menyerahnya Jepang, pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai ini dikenal sebagai Polisi Istimewa. Mereka tak hanya dibekali senjata api, tapi juga kendaraan lapis baja. 

Di Surabaya, polisi-polisi ini terlibat dalam Pertempuran 10 November 1945. Mohammad Jasin, sang pendiri Brimob, adalah pimpinan mereka. 

www.turnbackhoax.info


Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Izin Usaha Hotel Alexis Ditutup, Pihak Manajemen Memberikan Klarifikasi

Jakarta - Kita mengambil keputusan untuk tidak meneruskan izin usaha bagi Alexis," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Meda...